
PALESTINA MUSLIM
Semenjak awal sejarah Islam, Palestina, dan kota Yerusalem khususnya, telah menjadi tempat suci bagi umat Islam. Sebaliknya bagi Yahudi dan Nasrani, umat Islam telah menjadikan kesucian Palestina sebagai sebuah kesempatan untuk membawa kedamaian kepada daerah ini.
Isa (Yesus), salah satu Nabi yang diutus kepada umat Yahudi, menandai titik balik penting lainnya dalam sejarah Yahudi. Orang-orang Yahudi menolaknya, dan kemudian diusir dari Palestina serta mengalami banyak ketidakberuntungan. Pengikutnya kemudian dikenal sebagai umat Nasrani. Akan tetapi, agama yang disebut Nasrani atau Kristen saat ini didirikan oleh orang lain, yang disebut Paulus (Saul dari Tarsus). Ia menambahkan pandangan pribadinya tentang Isa ke dalam ajaran yang asli dan merumuskan sebuah ajaran baru di mana Isa tidak disebut sebagai seorang Nabi dan Al-Masih, sebagaimana seharusnya, melainkan sebagai sosok yang memiliki sifat ketuhanan. Setelah dua setengah abad perselisihan di kalangan kaum Nasrani, ajaran Paulus dijadikan doktrin Trinitas. Ini adalah sebuah penyimpangan dari ajaran Isa dan para pengikut terdahulunya. Setelah ini, Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW sehingga beliau dapat mengajarkan Islam, agama Ibrahim, Musa, dan Isa, kepada seluruh umat manusia.

Untuk mengunjungi situsnya, silakan klik di sini. |
Yerusalem itu suci bagi umat Islam karena dua alasan: kota ini adalah kiblat pertama arah menghadap umat Islam dalam ibadah sholatnya, dan merupakan tempat yang dianggap sebagai salah satu mukjizat terbesar yang dijalani Nabi Muhammad: mikraj, perjalanan malam dari Masjid Al Haram di Mekkah menuju Masjid Al Aqsa di Yerusalem, kenaikannya ke langit, dan kembalinya lagi ke Masjid Al Haram. Al-Qur'an menerangkan kejadian ini sebagai berikut:
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Al Masjid Al Haram ke Al Masjid Al Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. Al Israa', 17:1)
Dalam paparan Al-Qur'an tentang Nabi SAW, sebagian besar ayat-ayat yang terkait merujuk Palestina sebagai "tanah suci, yang diberkahi." Ayat 17:1 menggambarkan tempat ini, yang di dalamnya ada Masjid Al Aqsa sebagai tanah "yang telah Kami berkahi sekelilingnya." Dalam ayat 21:71, yang menggambarkan perpindahan Nabi Ibrahim dan Luth, tanah yang sama disebut sebagai "sebuah negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam." Pada saat bersamaan, Palestina secara keseluruhan penting artinya bagi umat Islam karena begitu banyak nabi Yahudi yang hidup dan berjuang demi Allah, mengorbankan hidup mereka, atau meninggal dan dikuburkan di sana.
Jadi, tidaklah mengherankan dalam 2000 tahun terakhir, umat Islam telah menjadi satu-satunya kekuatan yang membawa kedamaian kepada Yerusalem dan Palestina.
Khalifah Umar Membawa Perdamaian dan Keadilan bagi Palestina
Setelah Romawi mengusir Yahudi keluar dari Palestina, Yerusalem dan sekitarnya menjadi tak terurus. Akan tetapi, Yerusalem kembali menjadi pusat perhatian setelah Pemerintah Romawi Constantine memeluk agama Nasrani (312). Orang-orang Kristen Romawi membangun gereja-gereja di Yerusalem, dan menjadikannya sebagai sebuah kota Nasrani. Palestina tetap menjadi daerah Romawi (Bizantium) hingga abad ketujuh, saat wilayah itu menjadi bagian Kekaisaran Persia selama masa yang singkat. Akhirnya, Bizantium kembali menguasainya.

Kubah Shakhrah (Kubah Batu)
|
Tahun 637 menjadi titik balik penting dalam sejarah Palestina, karena setelah masa ini daerah ini berada di bawah kendali kaum Muslimin. Peristiwa ini mendatangkan perdamaian dan ketertiban bagi Palestina, yang selama berabad-abad telah menjadi ajang perang, pengasingan, perampasan, dan pembantaian. Terlebih lagi, setiap kali daerah ini berganti penguasa, yang sangat sering, daerah ini menyaksikan kekejaman-kekejaman baru. Namun, di bawah pemerintahan Muslim, penduduknya, tanpa memandang keyakinan mereka, hidup bersama dalam damai dan rukun.
Palestina ditaklukkan oleh Umar Bin Khattab, khalifah kedua. Ketika memasuki Yerusalem, toleransi, kedewasaan, dan kebaikan yang ditunjukkannya kepada penduduk daerah ini, tanpa membeda-bedakan agama mereka menandai awal dari sebuah zaman baru yang indah. Seorang pengamat agama terkemuka dari Inggris Karen Armstrong menggambarkan penaklukan Yerusalem oleh Umar dengan ungkapan ini dalam bukunya Holy War:
Khalifah Umar memasuki Yerusalem dengan mengendarai seekor unta putih, dikawal oleh pemuka kota tersebut, Uskup Yunani Sofronius. Sang Khalifah minta agar ia dibawa segera ke Haram asy-Syarif, dan di sana ia sholat di tempat (Israa') sahabatnya Muhammad melakukan perjalanan malamnya. Sang uskup melihatnya dengan ketakutan: ini, ia pikir, pastilah sang Penghancur yang dibenci yang pernah diramalkan oleh Nabi Daniel akan memasuki rumah ibadat tersebut; Ia pastilah sang Anti Kristus yang akan menandai Hari Kiamat. Kemudian Umar minta melihat tempat-tempat suci Nasrani, dan ketika ia berada di Gereja Holy Sepulchre (Gereja Makam Suci), waktu sholat umat Islam pun tiba. Dengan sopan sang uskup mempersilakan sholat di tempat ia berada, tapi Umar dengan sopan pula menolak. Jika ia sholat dalam gereja, jelasnya, umat Islam akan mengenang kejadian ini dengan mendirikan sebuah Masjid di sana, dan ini berarti mereka akan memusnahkan Gereja Makam Suci. Sebagai gantinya, Umar pergi sholat di tempat yang sedikit jauh dari gereja tersebut, dan cukup tepat, di tempat yang langsung berhadapan dengan Gereja Makam Suci di sana masih ada sebuah Masjid kecil yang dipersembahkan untuk Khalifah Umar.
Masjid besar Umar lainnya didirikan di Haram asy-Syarif untuk menandai penaklukan oleh umat Islam, bersama dengan Masjid al-Aqsa yang mengenang perjalanan malam (Israa') Muhammad. Selama bertahun-tahun umat Nasrani menggunakan tempat reruntuhan Kuil Yahudi sebagai tempat pembuangan sampah kota. Sang khalifah membantu umat Islam membersihkan sampah ini dengan tangannya sendiri dan di sana umat Islam membangun tempat sucinya sendiri untuk membangun Islam di kota paling suci ketiga bagi dunia Islam. (Karen Armstrong, Holy War, (MacMillan: 1988), hlm. 30-31.)
Pendeknya, umat Islam membawa peradaban bagi Yerusalem dan seluruh Palestina. Daripada memegang keyakinan yang tidak menunjukkan hormat kepada nilai-nilai suci orang lain dan membunuh orang-orang hanya karena mereka mengikuti keyakinan berbeda, budaya Islam yang adil, toleran, dan lembut membawa kedamaian dan kerukunan kepada masyarakat Muslim, Nasrani, dan Yahudi di daerah itu. Umat Islam tidak pernah berupaya melakukan pemindahan agama secara paksa, meskipun beberapa orang non-Muslim yang melihat bahwa Islam adalah agama sejati pindah agama dengan keinginannya sendiri.
Perdamaian dan kerukunan ini terus berlanjut sepanjang orang-orang Islam memerintah di daerah ini. Akan tetapi, di akhir abad kesebelas, kekuatan penakluk lain dari Eropa memasuki daerah ini dan merampas tanah beradab Yerusalem dengan tindakan biadab dan kekejaman yang belum pernah terlihat di sana sebelumnya. Para penyerang ini adalah Tentara Perang Salib.
|